Kamis, 07 Mei 2015

Kesuksesan Vs Kebahagiaan

Kesuksesan Vs KebahagiaanSukses dan bahagia mempunyai keterkaitan atau tidak? Tiap orang tentu mempunyai jawaban yang berbeda-beda membahas masalah Kesuksesan Vs Kebahagiaan. Untuk itu mari kita simak penjelasan apa itu  Kesuksesan dan apa pula yang dinamakan Kebahagiaan.


Fulan baru saja mendapatkan apa yang telah dia inginkan sejak lama. Anehnya, dia tidak bisa merasakan nikmat atau kebahagiaan atas kesuksesannya itu. Ada apa ya? Setelah ditelisik, dia sedang memikirkan hal lain yang
sedang tidak ada di tangannya. Wajarlah, bila dia gundah gulana, resah, atau tidak tenang meskipun saat itu tangannya tengah menggenggam kesuksesan yang telah lama ia idam-idamkan. Jadi, apakah kebahagiaan itu? Di mana kebahagiaan berada? Dan, bagaimana mendapatkan kebahagiaan tersebut?
Apakah kebahagiaan itu?
Menurut Arvan Pradiansyah, penulis buku best seller The 7 laws of happiness, kebahagiaan berbeda dengan kesuksesan. Kalau kesuksesan adalah mendapatkan apa yang anda inginkan (getting what you want). Misalnya, anda pergi dari surabaya ke jakarta, maka anda baru dibilang sukses apabila anda sudah sampai di jakarta. Kalau anda belum sampai, maka belum sukses. Jadi, sukses adalah mendapatkan apa yang kita inginkan.
Lain lagi dengan bahagia. Kalau bahagia adalah menginginkan apa yang sudah didapatkan. Jadi, kalau kita mau pergi ke jakarta, kita baru dibilang sukses kalau sudah sampai jakarta, tapi ketika berangkat dari surabaya sudah menikmati perjalanan itu dengan suka cita, maka itu sudah disebut bahagia. Bahagia itu ‘wanting what you get‘ kata Arvan Pradiansyah.
Jadi, bahagia itu lebih kepada ‘proses’-nya, bukan kepada ‘pencapaian’ atau ‘target’-nya.
Kunci Kebahagiaan: Menjaga Pikiran
karena kebahagiaan itu lebih pada proses, dan bukan pencapaian atau target, maka kunci kebahagiaan ada pada pikiran. Artinya, orang bisa bahagia atau tidak bergantung pada pikirannya. Memang, selama ini, orang terlanjur memahami bahwa hatilah yang menjadi kunci kebahagiaan. Namun, menurut Arvan Pradiansyah cara untuk mengelola qalbuyang selama ini diartikan sebagai ‘hati’ itu adalah mengelola yang bisa dijangkau, yaitu pikiran. Dia yakin, jika seseorang bisa mengelola pikirannya, insya Allah qalbu-nya juga terjaga. Selain itu pula, orang yang bisa mengelola pikirannya, maka perasaannya pun akan menjadi baik.
Secara sederhana, Arvan memberi contoh perasaan seseorang yang sebelumnya tenang tiba-tiba berubah kesal dan marah lantaran pikiran orang itu terganggu oleh sebuah pesan singkat di handphone-nya yang memaki-maki dengan kata-kata kasar. Dan, perasaan orang tadi berubah lega dan tenang kembali, karena lima menit kemudian datang pesan singkat susulan yang berisi permohonan maaf atas kesalahan pesan sebelumnya.
Dari contoh sederhana itu, Arvan menegaskan, yang membuat perasaan menjadi gundah gulana, tidak tenang, kecewa, itu adalah ‘apa yang masuk ke dalam pikiran’. Jadi, pikiran mempengaruhi perasaan, tapi setelah itu perasaan mempengaruhi pikiran juga. Ibaratnya, seperti lingkaran bentuknya, yaitu: pikiran mempengaruhi perasaan dan perasaan juga mempengaruhi pikiran, dan begitu seterusnya. Tapi, Arvan sangat yakin, bahwa ujung dari semuanya – seperti antara telur dan ayam – adalah pikiran yang lebih dulu. “Jadi, kebahagiaan itu perasaan kita. Nah, masalahnya, karena kebahagiaan itu perasaan kita, maka kita harus mengelola pikiran kita, karena kita tidak bisa mengelola perasaan kita secara langsung.
Ini yang menarik, bahwa kalau kita ingin mengelola perasaan, maka kita harus mengelolanya itu dari pikiran, bukan dari perasaan, karena kunci dari semuanya adalah pikiran,” ujarnya.
(Sumber: yatim/mei 2010/hal. 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar